Benar. itu salah satu hal yang paling terkenal disini. Minum sake, biiru (bir) dan minuman beralkohol lainnya. Uniknya, ini jadi semacam tren (apa memang sudah tradisi? ) khusus pada even-even tertentu disamping juga menjadi kebiasaan yang tidak istimewa lagi di kehidupan sehari-hari keluarga Jepang. Hanya saja jadi unik dan agak mengagetkan mungkin bagi kita yang tidak biasa dengan hal ini, didukung oleh perbedaan budaya yang lumayan mencolok.
Misalnya setelah ada perayaan tertentu, entah itu acara kelulusan, penerimaan mahasiswa baru, menyambut tahun baru, atau sekedar presentasi final hasil riset di lab, maka akan ada namanya acara nomikai (minum sama-sama) antara mahasiswa dan dosen. Ataupun ada acara `syukuran` ( ) anggota keluarga yang kebetulan lagi sukses atau `dapat rejeki` (halaah, Indonesia banget istilahnya) salah satunya akan diekspresikan dengan acara minum sake ini. Ah iya, ada tradisi kalau ada bayi lahir, ada upacara khusus dimana bayi akan dicicipkan rasa nasi dan makanan lainnya, juga sake!
Mengenai `mencicipkan sake` pada bayi ini saya ketahui saat mengunjungi museum keramik tradisional Jepang, dan ada peralatan makan tradisional khusus yang digunakan pada saat upacara (lupa namanya) si bayi, dan saat dijelaskan satu persatu mangkuk-mangkuknya, baru tahu kalau salah satunya adalah cawan untuk sake. Hee, rupanya sake sudah diperkenalkan pada anak-anak mereka sejak bayi.
Ah, memang beda budaya sih. 🙂
Hanya saja, entah kenapa bagi saya dialog sejenis ini tetap aneh,
Japanese A : Konban, hima desu ka? (Malam ini luang tidak (tidak sibuk) ? )
Japanese B : Un, hima desu… (ya, luang…)
Japanese A : Ja, konban isshouni nomini ikimasen ka? (Nah, bagaimana kalau malam ini kita `pergi minum` sama-sama? )
Japanese B : sore wa ii desu ne. Ikimashou… (wah, bagus nih. Mari, mari…)
Jadi, ajakan-ajakan sejenis itu akan mudah sekali kita dapati. Bahkan yang cukup menarik perhatian, di buku pelajaran bahasa Jepang atau di kaset-kaset listening-nya, contoh-contoh dialog ataupun contoh kalimat yang mengindikasikan kentalnya tradisi khusus ini bertebaran di sana sini.
Unik? Benar. Saya melihatnya begitu. Dan keheranan saya juga disetujui oleh teman sekelas saya yang berasal dari Polandia. Lalu akhirnya jadi terbahas setelah kami menanyakannya ke dosen. Tidak ada penjelasan yang terlalu mendalam, hanya sebatas menjawab, ` iya, bisa jadi karena sake ini sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Jepang sendiri… jadi semacam tradisi “. Jawaban yang biasa aja sih kayanya. 🙄
Di tempat kita, jika ada yang memang `peminum` (konotasinya udah negatif ya? 🙂 ) tetap saja ajakannya tidak akan seperti itu. Saya utarakan pendapat saya itu, menjawab keheranan dosen dan teman-teman kalau saya tidak minum karena saya muslim namun orang yang mengkonsumsi minuman beralkohol tetap ada.
Teman yang dari Polandia juga mengungkapkan hal yang sama. Di Polandia katanya, dan mungkin juga di Eropa pada umumnya, adalah hal yang biasa mengenai kebiasaan minum minuman beralkohol ini, tapi jika dibandingkan dengan tradisi minum sake atau biiru-nya orang Jepang, maka tetap tidak akan ada jenis dialog `unik` yang bisa ditemukan di buku-buku atau ajakan dengan kalimat `khusus` untuk `minum bersama` seperti halnya di contohkan di dialog di atas.
Unik juga fenomena ini, saya kira. Dan mungkin ada hubungannya dengan salah satu pengalaman yang agak mengagetkan awalnya tapi sekarang jadi terbiasa, terkait dengan kebiasaan unik masyarakat sini dengan minum sake-nya itu.
Jadi, jika pada waktu weekend, seperti Jum at malam, atau Sabtu malam, pukul 9 malam ke atas, di kereta api kita akan menemukan pemandangan aneh tapi lazim dan memang akan begitu selalunya. Selalu saja ada, para laki-laki parlente, dengan jas dan tas kerja, yang naik kereta api dalam keadaan mabuk atau setengah mabuk. Wajahnya pada beberapa mudah dikenali karena ronanya sampai memerah, bicaranya mulai melantur dan tersenyum aneh, bicara dan tertawa agak berisik (dibanding Japanese pada umumnya yang tidak ribut dan sopan ya), menjawab telfon dengan suara keras dan sebagainya. `baru nyake` itu istilah saya.
Berlawanan sekali dengan kondisi pada waktu lainnya. Keadaan yang biasa ditemukan di kereta api pada jam-jam biasa misalnya, di pagi hari, akan dipenuhi oleh anak-anak sekolah dan orang yang berangkat kerja. Biasanya pemandangan yang biasa adalah tenang, penumpang yang punya bacaan akan sangat mudah ditemui, atau yang terkantuk-kantuk. 😛 . Lebih kurang begitu. Semua sibuk sendiri entah itu membaca atau dengar MP3, kalaupun berbicara, tidak berisik. Benar-benar kontras dengan suasana kereta pada saat malam weekend. 🙄
Saya sendiri jarang pulang malam-malam hingga lewat pukul 9. Kalaupun pernah, itu biasanya pulang dari jalan-jalan dan tiba di Fukui-nya misalnya sudah hampir larut. Pernah sekali waktu Jumat malam, saya dan teman sedang menunggu kereta datang. Karena waktu itu musim dingin dan keretanya masih agak lama, kami memilih menunggu di ruang tunggu yang tidak luas dan lumayan penuh. (biasanya lebih suka langsung tunggu di luar sana). Waktu itu sudah agak telat untuk ukuran kami yang biasa pulang awal tapi karena teman saya ada keperluan khusus, jadilah kami pulang dengan mengambil jadwal kereta di atas pukul 9.
Sedang diam-diamnya kami karena kelelahan tiga orang laki-laki masuk. Duduk tepat di depan. Salah satu yang lebih muda dari mereka sedang berusaha menenangkan temannya yang agaknya mabuk berat. Lumayan `menceracau` dan hiperaktif. Temannya hingga minta maaf pada kami karena telah menganggu kenyamanan kami. Haa… padahal kami biasa-biasa aja tuh, cuma bengong aja sih liat pemandangan itu. 😛
Lain waktu lagi saat ada undangan makan malam dengan sensei (bukan dosen di lab). Saat beliau juga mengajak teman-teman di perusahaannya makan malam sama-sama. Weekend, makan malam bersama kolega, dan iya, minum sake. 😆 Disinilah tidak nyamannya sih, bagusnya saat mereka sudah lumayan aneh-aneh, kami pulang. Karena larangan menyetir mobil dalam keadaan mabuk, mobil ditinggal di tempat parkir dan naik Taxi. Pernah juga pulang dengan kereta api. Mungkin itu juga sih salah satu sebabnya, kenapa mereka `memenuhi` transportasi umum saat pulang ke rumah. Di densha (kereta api) atau bus, dan juga Taxi.
Anyway, itu fenomena sosial yang layak dikaji agaknya ya. Misalnya, mengapa tradisi minum sake menjadi semacam tawaran, kebutuhan dan punya `nilai` tersendiri dalam tatanan kehidupan masyarakat mereka.
Errr… Topiknya gitu? Hmm, entah juga sih. Ini pengamatan saya saja ditambah asumsi semena-mena ( 😛 ). Kalau ada anak jurusan sosial kultural, ayo, bisa nih jadi penelitian. (kalau saya enggak mungkin 😛 ).
sudah dari sononya kali hehehhehe
btw.. saya jadi ingat tuh kota Tuban…. yang punya tradisi minum2 arak tuban, ya walau ga kaya di jepang sana.. tapi tiap sore kan mereka hampir berjejer di pinggir jalan menikmati arak… dan walaupun sudah dilarang ama pemerintah tapi tradisi itu tetep ada aja….
tapi sayang aku belom tanya kenapa hihihhihi
Baru nyake,, aneh aja bacanya,, 😆
ahhahahaha,, mungkin di sono minum sake kaya minum kopi ato teh di sini,, 😛
@ almascatie
Heee? Tuban ya? Saya enggak tahu. 😛
Tanya Mas, tanya.
@ Rizma
Ngajaknya kaya kita ngajak minum kopi,
” Sore ini kalau gak ada kerjaan, minum kopi yuk…”
😆
bayi udah dikasih sake? umur berapa biasanya? pake upacara-upacara khusus? bukan pas baru lahir banget kan? masa’ sih bayi udah dicicipin sake?
nanyanya kebanyakan ya?
@ ummu hafiz
Iya Mbak. tapi persis umurnya berapa saya enggak tahu juga.
Bukan dikasi gimana gitu sih katanya, semacam `mencicipkan` yang kali aja nih, cuma disapu aja ke bibirnya dikit. Istilahnya, dia udah kenal ama sake, mungkin gitu kali ya tujuannya. 🙂
Bukan pas baru lahir banget kayanya. 🙂
Iya kan ya, saya juga agak kaget lho Mbak, pas dikasi tahu.
Btw, ini Mbak Eva yang kemarin kan ya, 😀
Dengan budaya mabuk seperti itu, kondisi lalulintasnya gimana? Larangan mengemudi saat mabuk apa ditegakkan dengan serius? Tingkat kejahatan saat weekend (di transportasi umum dan terutama di kereta) gimana?
Gimana kalo semua itu dibandingkan dengan Indonesia yang lebih religius dan mengharamkan alkohol?
*ngawur ON*
Aslinya, waktu jaman Sengoku Jidai, waktu pertama kali bangsa Jepang berkenalan dengan bangsa asing, mereka terkagum-kagum pada tradisi minum teh bangsa Inggris. Namun, harga diri bangsa kan masih terjaga tuh… Jadi, dipilihlah sake… Begitu
*ngawur OFF*
*mohon maaf pada seluruh orang Jepang*
Riviu soal sake-nya sendiri gimana? Enak, nggak? 😛
*gaptek mode ON*
linknya mati ya? maklumlah, anak baru di wordpress 😀
*gaptek mode OFF*
saya pikir ngasi sake itu mungkin kaya tahnik (mengoles madu di langit2 bayi saat baru lahir) itu. ngeri juga bayanginnya kalau dikasi sake, meski sedikit.
iya, ini eva yang kemarin. masih coba2 wordpress, setelah gak betah di rumah lama.
@ Guh
Kondisi lalu lintasnya baik-baik aja, bahkan boleh dibilang sangat teratur. Larangan mengemudi saat mabuk benar-benar tegak, saya pikir.
Pernah saya tanya, mereka bilang `nyetir sambil mabuk` itu sama aja `cari mati` selain tentu saja akan bermasalah dengan pihak kepolisian tentunya.
Jadi, memang kesadaran mereka sendiri buat jaga keselamatan yang bikin mereka patuh sama peraturan, kayanya itu yang jadi kunci efektifnya tiap peraturan di tempat mereka. 🙄
Yang saya tahu, orang mabuk pas weekend ga menyumbang angka kriminal. Gangguannya masih setingkat, berisik-berisik, menceracau… kalau sampai mukul-mukul orang atau pelecehan perempuan, kaya yang terjadi di tempat kita, ga sampai kaya gitu…
Ahahahaha…
saya pernah bilang sama temen, kayanya ga ada korelasinya bahwa dengan kenyataan masyarakat Indonesia yang (mengaku) relijius dan (banyak) yang bukan `peminum`, bisa punya pengaruh yang signifikan buat `keteraturan`. Masih ga ngaruh nampaknya ya.
Toh rupanya mereka (bangsa Jepang) yang gak ngaku-ngaku relijius, suka mabuk, rupanya bisa lebih sopan dan beradab, dan gak suka melanggar peraturan.
Entahlah… 😛
@ suandana
Kirim surat permohonan Maaf! 😆
@ ummu hafiz
Ahihihi… kayanya bukan pas baru lahir Mbak.
Ah iya Mbak, cuma URL-nya Mbak yang di `recent comments` di side bar, bisa di-klik. Jadi saya tahunya dari sana.
Biar nick-name nya bisa di-klik, kalau gak salah, di dashboard, pilih user, terus klik menu `your profile` nya, lalu isikan alamat blognya Mbak… 🙂
@ Kopral Geddhoe
Katanya enak.
Katanya manisnya pas.
Katanya dibandingkan dengan bir yang biasa, sake lebih lezat.
Katanya… heuu… masih kurang referensi, nih. 😛
😆
Heh?! 😯
kenapa nick-name nya udah berubah lagi?
Ckckck, Difo ni…
wah Mbak sake itu asli jepang kan
kalau iya sih mungkin tradisi itu menunjukkan kekuatan kultur mereka makanya terus dilestarikan, mungkin sih
Mbak aku suka tulisan yang ada kultur Jepangnya kayak ini
banyak-banyakin ya Mbak
iri deh dgn Mbak
saya sih inginnya lihat langsung budaya masyarakat lain gak cuma baca-baca
mmmhhh
saya gak bakal nolak kalo diajak
pengen nyoba loh kadang2..
soalnya kalo nntn dorama, pas lagi stres2nya, kayanya mnm sake smpe “memerah” pas bgt buat d jadiin pelampiasan…*korban dorama*
tapi ujung2nya saya kalo stres mah cm bs makan coklat berbatang2…
tapi penasaran pen coba sake!
yakin hiruta ga prnh coba?
@ secondprince
He eh, makanya kali ya budaya mabuk ini gak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari mereka…
Ahihihi… makasih Bharma
@ Fajar
Terus? Abis `nyake` ntar gimana? 😆
@ grace
Mhuahahaha… pengen nyoba juga grace?
Saya nih balik tanya, yakin? 😆
Jangankan di dorama, di aslinya juga minum sake itu menyenangkan, katanya…
heee???
sejak masih aka-chan sudah dikenalkan dengan sake???
kowaiiiiiiiii…………..
bukannya mereka (orang2 jepang) itu baru boleh minum sake setelah hatachi kan???
btw aka-chan aka hiruta belom pernah nyobain sake kan???
dulu pas ke Kobe, sempet ditawarin juga minum sake…
cuma gak berani saya… haram… haram…..
@ Yan9n
Un, kowaii deshou?
Bagi kita yang memang ga biasa akrab-akrab sama sake sih memang bakal kowaii,
mereka nganggapnya tradisi leluhur, 😛
Saya belum tahu juga gimana rasanya `nyake` Mas
@ itikkecil
Sama mbak, katanya memang enak sih, cuma saya masih ingat itu juga.
Harroom…
abis nyake trus ke shibuya
nyari “maid” yang nakal
*timpuk Fajar* 😈
dasar anak ini,, 😆
Iya. Nyake dulu, jangan sampai mabuk, terus pergi nyantroni maid cafe 😆
Kalau bill-nya datang, baru pura-pura mabuk, biar nggak dicharge 😛
@geddoe
kapan kita ke nihon bareng ?
cocok kita nih kyknya
😆
Difo sama Fajar harus dipisahkaan!!!! 👿
@ Fajar | Kopral Geddhoe
What?! 😯
Sampe niat gitu? 😈
Iya Ma, mereka mesti dipisahkan!! 👿
*pura-pura mabuk* 😆
Bleh!
*Seret Difo ke Onsen terdekat*
*ceburin*
*Ditenggelamkan hingga pengaruh sake hilang*
😆
—
Ada-ada aja ini anak! 👿
Hee… Onsennya pisah apa nyampur, nih?
*disepak dengan tendangan maha mumpuni*
ahhhh kimochi………..
*minum sake sambil dipangku maid*
😆
@ Kopral Geddoe
Ennaak ajaa!
DIPISAH!! 😈
*siapkan katana nyadarin Difo*
@ Fajar
Heh?! 😯
Kapan sampenya? Udah mabuk gitu. 😆
*siapin rudal*
—
Kalian ini belum `nyake` aja udah profesional begitu!
BAHAYA BETUL! 👿
waah…udah rame *ketinggalan*
tapi entah kenapa kalau di film-film jepang, orang pada bela-belain beli sake ketimbang makan ya?? 😕
He eh, Ck.
Pas minum sake gitu, yang seringnya mereka ga makan nasi. Sake sama sashimi (menu ikan mentah), atau sushi sering jadi padanan menunya. 😆
Eh, ini maksud cK, makan yang makan nasi bukan?
untung saya bukan nyake, tapi ngebir. 😆
Bleh. Apa gak sama sajha ituh? 👿
Pas weekend bukan? Ada kaya ngajak seperti di contoh dialog itu bukan? 😆
Wah sepertinya sih beda, satu depannya huruf S satu lagi huruf B. 😀
Bukan weekend, ada yang ngajak dan bayarin tentunya
mana mau saya berharam haram ria jika tidak gratis toh 😆.Hoo… Begitu…
*jilat-jilat cafe maid**isap rokok stroberi*@ danalingga
Hooh…
Oooh… 😆
@ Kopral Geddoe
…
😐
bertaubatlah Nak, sesungguhnya azab itu sangatlah pedih😈Kayaknya enak tuh…
Kalo aku minum air putih aja bisa mabuk… hehehe…
Walah Mas, kasian banget kalau kaya gitu.
Eh, minum air putih aja segitunya, minum sake bisa ga kebayang kayanya…
*membayangkan*
😆
Ah iya, salam kenal 😀
@Fajar
Jangan-jangan masuk bar aja sudah ditolak tuh…. masih kecil gitu 😀
*liat komen Mbak Ira*
…
…
😆
Kasiannya dirimu Fajar, masih anak kecil rupanya. 😆
Dulu, waktu masih jaman jahiliah. Saya tinggal sementara di Hachioji, suburbnya Tokyo. Tempatnya asik.
Tiap malem, sebagai pengantar makan malam, kami disajikan sake.
Saya mah, sebagai anak muda yang tidak tahu diri dan ugal-ugalan. Menerima saja dengan riang gembira. Pura-pura amnesia, kalo itu haroom, hehe.
Suatu hari, kakaknya teman saya meninggal. Setelah pemakaman. Kami minum sake sama-sama, seluruh keluarga almarhum. Termasuk saya, sebagai calon keluarga mereka.
Saya bingung. Saya tanya, kenapa?
Mereka jawab, “Ini (sake) adalah kenangan kami terhadapnya. Seperti ini (sake) dibuat. Kami mengenangnya seperti cuaca yang lembut dan udara yang bersih”.
Saya masih bingung. Tapi yaa sudah. Terima saja. Orang Cilincing, tahlilan kalau ada yang meninggal. Orang Hachioji, apabila ada yang meninggal, minum sake.
Intinya; Budaya Hachioji Japan beda dengan budaya Cilincing.
*baca komen Bang Aip*
Heee? Udah malang melintang ke negara mana aja nih Bang Aip? 😛
Ahihihihihi…
“Seperti cuaca yang lembut dan udara yang bersih”
😆
Yak. Intinya itu. 😎
*ngakak*
-khas Bang Aip- 😆
ah di jawa juga ada tradisi ngenalin kopi ke bayi kok 🙂 ato itu di keluargaku aja ya … katanya biar bayi bisa lebih tenang … “ya iyalah .. ada kafeinnya gitu loooo….”
kamu sendiri sering nyake ngga ?
kalo lagi di jepang .. boleh dong ikutan maen 😀
Eh iya? ada tradisi ngenalin kopi ke bayi? *baru dengar* 🙂
Waa… saya belum pernah nyoba Mas
Eh? Boleh… sila.sila. 🙂
kebanyakan orang jepang pada saat mereka selesai bekerja mereka sempatin untuk minum sake sebelum mereka pulang ke rumah. mereka minum sake smbil menghilangkan stress mereka pada saat bekerja. pekerjaan di jepang sangat berbeda. sebelum jam kerja mereka sudah tiba di kantornya dan pada saat jam kerja usai mereka tidak langsug pulang.mereka tetap bekerja ampe larut malam dan ada juga yang lembur. yach gitu deh makannya kebanyakan orang jepang pusing dengan kehidupan mereka
kalau nomikai2 gitu, biasanya sih gunanya utk mempererat pergaulan gitu. soalnya kalau di lab atau di tempat kerja masing-masing pada sibuk, jadi kesempatan untuk mengenal lebih dekat satu sama lain sedikit.
dengan adanya minuman beralkoholkan lagi pada mabuk tuh, tau sendiri lha orang mabuk itu seperti apa..
orang yang pemalu atau yg gak suka bicara, jadi lebih rame. jadinya dengan sake itu pembicaraan malam itu bisa lebih moriagaru (rame).
satu lagi nih, yg unik cara mereka kalau nyamperin kita hanya utk hanya sekedar basa-basi kalau di suatu acara. biasanya pasti selalu didahului dengan nuangin minuman ke kita. yang selalu jadi masalah disini ya kitanya..
suka bingung mo nyamperin mereka gimana caranya..mereka kan rata2 pada minum bir, kalau karena itu kita jadi nuangin mereka Bir..gak deh…
makanya kalau aku sih sebisa mungkin menghindar dari acara2 kek gini..