Kepuraan itu (mungkin) perlu…?
Jangan-jangan sesekali kepuraan itu perlu. Menyepuh benteng ini dengan besi dan baja mengkilap. Hingga bangunan kayu yang hampir roboh lapuk pun tersembunyi di sebalik itu.
Kupikir mungkin sesekali kepuraan itu perlu juga. Agar selesai tanya tanpa ujung itu. Hingga waktu sisanya segera terpakai untuk merenung. Atau… untuk berkabung?
(Kepuraan itu munafik, katamu. Terserahmu saja jika memang ingin menyebutnya begitu. (pesanku, coba juga lihat dari sisi lain, jangan-jangan sudut pandangmu terlalu `kanan` untuk membela diri?). Huff, tapi harusnya kau paham kenapa aku pilih ini. (heh? Aku pun tampak seperti menyelamatkan diri ya?). Saat tak cukup terima dengan komitmenku harusnya kau beranjak saja dari persimpangan ini. Pergilah. Jangan lagi ada vonis-vonis itu. Biarkan lagi aku belajar menata tapak di jalan agar-agar. Agar aku cukup kuat untuk terus mengayun langkah. Aku pasti bisa. Yakin saja.)
Yah, aku akan baik-baik saja, kataku. Kau tahu kan, aku hanya pura-pura. Maafkan ya. Tapi biarkanlah begini. Sekali ini saja.
Mang lagi pura pura ngapain nih mbak?
Pura-pura biasa aja…
ini sering terjadi. pura-pura tidak terjadi apa-apa. asal tujuannya baik sih nggak papa. tapi kadang pura-pura itu berujung pada kemunafikan. cmiiw *been there~*
tapi kalau pura-pura nggak denger waktu temen yang suaranya jelek lagi nyanyi mah gapapa… 😆 😆
tergantung pura-pura nya seperti apa. tapi apa gak capek pura-pura terus?
Wah Imajinasi saya kemana-mana Mbak
@ itikkecil
Gak mbak, yang ini pengecualian… 😐
Ahem, udah selesai nih pun sekarang ini, hehehe…
@ secondprince
Gakpapa, gakpapa, tidak akan dituntut… 😛
ada seseorang yang berkata padaku, “aku tak pernah berkata menggunakan hatiku”, apakah itu termasuk bentuk kepuaraan juga? salam kenal… nice blog 🙂