Dua kata dalam bahasa Jepang di atas berarti, `maaf ya`.
Lalu?
Ahem. Ternyata pekerjaan maaf itu lumayan rumit ya. Bagi yang memaafkan maupun bagi orang yang dimaafkan. Setelah berhasil memaafkan atau dimaafkan, ada keadaan yang irreversible, tidak bisa kembali ke kondisi semula. Apa ini disebabkan karena belum menyeluruhnya proses memaafkan yang dilakukan? Ada hubungannya kesana tidak ya?
Kita coba lihat. Benarkah dengan niat memaafkan itu berarti pencapaian yang kita inginkan adalah melepaskan beban di hati sekaligus menjadikan keadaan kembali seperti sebelum terjadi apapun?
Yang pertama, tergantung kesalahannya. Mungkin itu bisa jadi sebab utama. Ada jenis masalah yang memang terlalu sepele untuk tidak dimaafkan, ada pula yang cukup serius dan butuh waktu serta energi yang tidak sedikit untuk kemudian kita ikhlas memaafkan. Yang selanjutnya, tergantung person-nya. Ada kan orang yang susah marah atau tersinggung, tapi sekalinya terluka, susah sekali mendapatkan maaf dari jenis karakter seperti ini. Ada pula yang memang dasarnya pemaaf banget, beruntunglah jika berurusan dengan orang seperti ini, tidak perlu bersusah berat untuk dimaafkan, walau untuk hal yang berat dan serius sekalipun. Sering-sering aja pun gak masalah kayanya. *bletak*
Lalu, tentang orang-orang yang potensial memicu ketersinggungan hingga kemudian menjadikan kita `dituntut`oleh keadaan untuk memaafkan. Bagi saya pribadi, tersinggung oleh saudara kandung, orang tua selalunya tidak pernah sampai pada keadaan yang sampai sebegitunya hingga perlu didramatisir bahwa “ah, saya harus memaafkan nih, mereka kan orang-orang dekat yang saya cintai”. Tidak pernah, paling tidak sepanjang saya mulai bisa mengingat. Bahkan tanpa harus bilang “iya, sudah dimaafkan” pada kakak laki-laki saya misalnya setelah kami marahan, saya bisa langsung lupa dan keadaan kembali normal seperti biasa. Karena mereka orang-orang dekat saya? Bisa jadi.
Lalu keadaan menjadi lain jika orang-orang dekat itu awalnya adalah orang lain yang kemudian secara perlahan menjadi orang-orang yang mulai kita catat di hati. Orang yang kita beri kepercayaan lebih di antara orang lain. Maka, entah kenapa, keadaan sakit saat tersinggung oleh mereka akan sedikit menguras energi saat kita harus memaafkan. Dan untuk state ini, bisa jadi ada hubungannya dengan quote berikut,
“People you love there in the best position to hurt you”
Bisa jadi. Bagi siapa saja. Orang yang kita akui dekat tanpa kita sadari juga potensial untuk mengecewakan dan saat kecewa terkadang berbeda sekali keadaannya untuk dimaafkan daripada orang lain. Ah, tentu saja ini akan relatif , tergantung mau dilihat dari sisi mana.
Kembali ke permasalahan, apakah maaf itu memang proses recovery yang ampuh untuk sebuah kesalahan? Ternyata tidak. Pada beberapa kasus, setelah proses memaafkan, ternyata keadaan tidak bisa dikembalikan ke keadaan semula. Dengan ujung yang seperti ini, bisakah kita katakan itu proses memaafkan yang gagal? Ha… entah juga. Jika memaafkan bisa didefinisikan sebagai usaha untuk mengikhlaskan apa yang dilakukan seseorang terhadap kita dan juga itu berimbas pada membaiknya kondisi kita sendiri lalu bisa mengembalikan semua seperti sedia kala seperti hubungan baik pada awalnya, maka di saat usaha dan keadaan itu tidak tercapai, maka sebutlah itu proses kegagalan memaafkan. Tapi sepertinya ada baiknya kita persempit saja, memaafkan bisa didefinisikan sebagai batas keadaan dimana kita akhirnya mengikhlaskan kesalahan orang lain, masalah keadaan setelah itu reversible atau tidak, itu lain lagi halnya.
Lalu, jika ada yang bilang begini,
Cewe1 : Berarti kamu sebenarnya belum ikhlas memaafkan dia…
Cewe2 : Lho? Sudah dimaafkan kok. Diikhlaskan.
Cewe1 : Tapi sikap kamu ga kaya dulu lagi. Kenapa?
Cewe2 : Well, itu gak tahu sih. Yang pasti saya sudah memaafkannya.
Cewe1 : Sepertinya sih belum… atau minimal, belum ikhlas 😛
Cewe2 : Hee…? 😕
Entahlah, mungkin definisi memaafkan bagi cewe1 adalah proses yang harusnya menyeluruh dan mampu mengembalikan keadaan seperti tidak pernah terjadi apapun. Lalu benarkah tidak ada rasa tulus memaafkan oleh cewe2 saat kemudian didapati bahwa sikapnya terhadap orang yang melukainya tidak kembali ke keadaan semula?
Hmm. Jadi ingat contoh jaman dulu,
Rasulullah memalingkan wajahnya saat Hindun datang. Tentu saja Hindun merasa sedih dan menyesal tapi dia tidak bisa merubah keadaan itu. Rasulullah selalu memalingkan wajahnya. Beliau sudah memaafkan Hindun, tapi selalunya merasa tidak tahan jika mengingat bahwa Hindun pernah menganiaya jenazah Hamzah -paman beliau- dengan memakan jantungnya. Gagalkah proses memaafkan beliau? 😀
—
Maka kalau dilihat-lihat lagi, usaha memaafkan itu layak diberi penghargaan tersendiri, apalagi misalnya untuk sampai pada kondisi bisa memaafkan itu, butuh perjuangan (halaah) dan agak menguras energi, mungkin. Jika kemudian dengan dimaafkan tapi keadaan tidak bisa kembali ke keadaan semula, mungkin itu sudah keluar dari konteks memaafkan itu sendiri.
Dengan begini, saya merasa lega juga. Sebelumnya saya pernah merasa kalau saya ternyata hanya bilang sebatas perkataan saja bahwa saya sudah memaafkan orang tersebut tapi nyatanya sikap saya tidak seperti dulu-dulu lagi. Saya pernah ragu, jangan-jangan keadaan yang sebenarnya terjadi adalah bahwa saya tidak bisa pernah memaafkannya, tapi hanya sekedar meyakin-yakinkan diri bahwa saya sudah memaafkan. Tapi kemudian sesaat sebelum memutuskan menulis ini, jadi sadar bahwa proses memaafkan itu sudah selesai saya lakukan. Masalah kemudian hubungan baik itu tidak kembali lagi, itu sudah hal lain lagi.
Tapi, tentu saja kita pernah mendengar pernyataan yang seperti ini,”Tidak akan termaafkan, hingga kapanpun”. Untuk yang terakhir ini, maaf mungkin sudah keluar dari list pencapaian apapun yang ia inginkan? Bisa jadi. (Hati-hati ya kalau ketemu karakter seperti ini )
Ah, yang namanya dalam hati manusia, sejauh apa sih yang bisa kita duga. Terlalu banyak rahasianya…
Eh, sebentar, bagaimana pula menurut anda, apa dengan memaafkan itu harus juga berarti kita harus bisa kembali ke keadaan semula saat berinteraksi dengan orang yang kita maafkan?
maaf yang tulus memang susah.. tapi mungkin kalo dilatih akan benar2 menjadi kenyataan seperti saat kita pertama bertemu dengan orang tersebut..
benar.. emang maaf itu menguras tenaga.. dan butuh waktu…
meminta maaf labih dulu memang pekerjaan yang berat, apalagi kalo kita yang salah
@ almascatie
Berat kan?
Begitulah Mas… 😎
@ ariwibowo
Ahaa… meminta maaf juga satu masalah sendiri ya Mas. 🙂
Aaa… salam kenal 😀
betul banget. hal ini kejadian juga sama saya. saya sudah memaafkan, tapi kok kalo ketemu malah males ya? apakah itu termasuk maaf yang cuma setengah??
tapi ada quote bagus nih dari film love story
ini biasanya berlaku buat keluarga, teman, pacar, suami-istri,
selingkuhan/cem-ceman, saudara dan lain-lain 😀maaf kalo komennya pendek 😀
*ditimpuk*
memafkan sesulit mengutarakan perasaan….
apalagi minta maaf…
nurunin gengsi…
nyahh….susahnya…
Menurut saya gini, pernah baca ato denger kan cerita tentang seorang anak yang suka marah2 dan melampiaskannya ke orang lain? Suatu hari bapaknya bilang, kalo dia marah lebih baik dia hujamkan paku ke pagar rumahnya setiap kali dia marah.
Begitu terus sampe akhirnya si anak tidak lagi jadi pemarah. Lalu si anak melapor ke bapaknya, kalo dia tidak suka marah lagi.
Si bapak mengajak anaknya ke pagar rumah mereka dan berkata, “Lihatlah, walau kau tidak marah lagi, tapi bekasnya masih ada. Tidak akan mungkin kembali seperti semula”
Saya gak begitu ingat kata2 persisnya, tapi kurang lebih begitu.
Kayu pagar rumah bisa diibaratkan hati. Jadi, ketika ada yang menyakiti hati, walau dia sudah minta maaf dan berusaha memperbaiki kesalahannya, tetap saja bekasnya masih ada dan tidak akan mungkin kembali “mulus” seperti semula.
Saya rasa sih, yang penting berusaha jangan mengungkit kesalahan orang itu saja, mbak, dan berusaha mengabaikan “bisikan dendam” untuk balas menyakiti….
@ cK
Nice quote cK. 😀
Keren ya bisa mencintai dengan bijak gitu. 🙂
Rada saingan sama quote di atas sana kayaknya…
Weew… cK pernah nulis tentang kata `maaf` juga rupanya. Bagus lho… ^^
-dimaafkan- 😎 *gantian kena timpuk*
@ hime-hime
Walaah… yang sulit mengungkapkan perasaan… 😛
*ditimpuk 9race*
@ Takodok
Desti!!
Ceritanya itu… bikin saya kena telak. 😥
Ahem… ga kok, ga ada niat balas…
Cuma sempat terjebak sama konflik perasaan aja kaya yang saya bilang di atas itu.
Nice comment… 😉 *peluk Desti*
Wah tulisan yang ini terlalu berat bagis saya. 😦
*berpikir keras*
Eh…bentar…
Apa bisa dihubungkan dengan ikhlas ya? 😕
@ danalingga
Errr…
Berat ya Mas?
Maafkan kalau sampai bikin pusing. 😛
Sebenarnya cuma mau bilang kalau seandainya kondisi setelah memaafkan orang lain itu tidak kembali seperti semula, itu tidak bisa dijustifikasi sebagai gagalnya kita memaafkan. Konteksnya udah di luar itu… 🙄
Hubungannya dengan ikhlas? Kaya yang dibilang sama cewe1 di atas itu ya?
yah, secara sederhana mungkin bisa dibilang begitu, sih.
‘memaafkan’ itu tidak sama dengan ‘melupakan’, lho. ada hal-hal yang mungkin tidak bisa kembali seperti semula, dan IMO itu hal yang sangat wajar. ada yang bisa ‘sampai kembali seperti semula’, tapi membutuhkan usaha yang relatif lebih banyak. beberapa orang melakukannya lebih mudah daripada yang lain, sih.
jadi ingat lagunya The Corrs, ‘Forgiven Not Forgotten’… secara sederhana sih mungkin seperti itu, yah? 🙄
…btw, kok saya jadi ingat tulisan lama, yah?
*bongkar-bongkar tulisan lama*
*jangan-jangan ada yang baru buka nih*
*auk ah gelap *
*liat komen Yud1*
Ma juga kaya gitu tuh biasanya,, Ma maapin tapi jadi ga biasa lagi,, alesannya? karena kalo fasenya masih akut (sekitar mingguan) gara gara masih ada rasa gimanaa gitu,, tapi kalo fase kronis (bulanan) itu bukan lagi rasa-nya yang diitung,, tapi jadi precaution,,
Larena kita tau kalo orang ini udah mengecewakan kita, atau kita sadar kalo dia ga bakal cocok sama kita di hal ini,, jadi dianggap ga usah dibahas aja kalo sama dia,,
Tapi,, (bagian yang bikin Ma bahagia nih) Ma sekarang bisa lho buat maapin orang dan balik ke masa sebelom berantem,, masalahnya Ma mikir juga kalo orang itu worth it,, dan sayang-nya Ma ke dia lebih gede dari kesalahan dia itu,,
Hmm,, satu lagi poin yang bikin Ma bisa balik ke awal,, kesungguhan! masalahnya kalo orang itu udah minta maap segitunya artinya dia masih mau temenan sama Ma yang kaya gini (siapa sih Ma itu??), dan rela merendahkan dirinya buat mengakui kalo dia salah,, kalo menurut Ma sih,, itu usaha yang cukup kok,, Masa Ma sekejam itu,, 🙂
Menurut Ma karena kita punya ekspektasi yang lebih tinggi sama temen temen yang kita sayang, atau sama keluarga,, jadi rasanya lebih sakit aja,, (Ma udah dimarain sama Bharma, katanya ga boleh punya ekspektasi yang berlebihan, lebih sering sakit,,)
tapi temen Ma ada yang bilang malah kalo dia temen deket, bisa jadi lebih maklum,, perasaan itu masalah yang relatif sih ya,,
*Ma niat amat sih komennya* 😕
Arrgghh,, post ini bikin Ma kangen sama temen temen Ma!!! 😥
*pelukin temen temen Ma satu satu*
tergantung kasusnya, bisa aja walo udah memaafkan tapi keadaan tidak akan kembali sedia kala…
*peluk JePe*
@Rizma
*peluk Ma*
Kurang satu lagi, kita bisa jadi Teletubbies nih! Ayo, sapa satu lagi? 😉
Saya Lala, kamu siapa?
@ yud1
Un. Un. *angguk-angguk*
He eh. Dan errrr… berarti ada yang secara rumit dan beribet nya yah… 😛
Hee… iya ya?
Tapi state-nya beda kan ya, ini kondisinya setelah memaafkan… 😛
*ngeles* 😛
~auk ah gelap *copy-paste* 😎
*ditimpuk*
@ Rizma
Hohoho… baguss baguss… Ma punya pandangan dari banyak sisi…
Laah, ga ada post kaya gini pun, Ma tetep aja suka kangen kan…
*lari sebelum ditimpuk Garfield*
@ btyop
He eh kan Tyo. Dan kalau udah kasus kaya gitu, gak berarti bahwa kita belum memaafkan kan ya. 🙂
*yes! Tyo juga setuju*
-apa coba?- 😛
@ Takodok
Walaah, masa gaya Teletubbies sih, Des … 😆
Iya dong dari banyak sisi, udah tua gini umurnya,, 😛
Eh tapi ga juga sih,, masih blom komplit,, ntar kalo udah komplit dikabar2in deh,, 😀
*maniak koleksi emosi*
Jelas aja,, Ma kan orangnya mellow, sensitif, kangenan, berhati lembut, ramah, baik hati, suka menolong, pendiam, cerdas, pemaaf, senang bergaul, ga pamrih, mellow, sensitif,,,
*lha, muter dari awal lagi,,* 😆
….maafkan aku….menduakan cintamu….
kira2 dimaafin gak ya… 😀
selanjutnya:
….berat rasa hatiku, tinggalkan dirinya….
*siapin tameng karena bakal dilempar golok*
*blum sempet baca postingnya*
mampir dulu ajah hehehe
Ya… maaf – memaafkan: ada 2 subjek. Saya setuju, minta maaf ikhlas, kita tenang, gak perlu punya rasa tidak enak. Nah masalahnya dari orang yang memaafkan: ini butuh sikap rendah hati yang luar biasa untuk menerima dan kembali ke keadaan semula. Tapi… sulit lho, aku aja jarang bisa kayak gitu …
@ Rizma
😯 Ma ternyata sekeren ini!!
*catat*
Ma, sampe muter dari awal gitu… itu valid kan? 😆
@ passya
Heh?!! Ada Passya! 😛
Tenang saja. Dimaafkan. 😎
Alasan yang tidak kreatif ! 👿
(Ngomong apa sih saya ini) 😆
Masa sih saya yang pemaaf begini sekejam itu? 😎
*diketuk pake tameng*
@ dwi
Ah… sila sila…
Salam kenal Dwi 😀
@ lorensius
Setuju! 🙂
Ahihihi… Gak mas aja kok yang ngerasa kaya gitu… 🙂
Ah iya… salam kenal Mas ^^;
konon, minta maaf “tulus” itu sulit, memaafkan “tulus” lebih sulit.
saya selalu beranggapan seperti itu, … tapi seandainya saya di posisi yang minta maaf, tidak bisa mengharap lebih kan?
… ahhh, memaafkan menyeluruh memang sangat sulit, walaupun belum pernah mengalami dimintai maaf untuk kasus yg berat, belajar memaafkan mungkin sikap yg bijak … *halah, sok ngerti*
sekiranya ada ucapan dan perilaku sy yg salah, mohon dimaafkan ya *sering gak berasa bikin salah soalnya*
[…] Maaf terpaksa link saya hilangkan, agar tidak melanggar ToS dari WordPress […]
@ cakmoki
Hehehe… Cak, selalu bijak gitu komennya. 🙂
Bener kok idealnya kita selalu berusaha untuk bisa memaafkan. Toh saat kita punya salah kita tentu ingin juga dimaafkan.
Dan yang saya bidik di entry ini, state setelah memaafkan itu, karena di beberapa kejadian, walaupun sudah kita maafkan rupanya tidak bisa mengembalikan keadaan bener-bener seperti dulu lagi. Dan pada saat hal kaya gini terjadi, gak bisa dibilang proses memaafkannya yang gagal…
Walaah Cak, kan memang tidak ada itu. Jangan kuatir. 😎 🙂
kalau menurut saya, proses memaafkan itu nggak mesti diikuti dengan keadaan kembali seperti semula, karena memaafkan itu bukan menghapus tapi membuka lembaran baru, jadi selalu ada gejala residual, nah yag ini tergantung orangnya mau diapain, yang jelas gejala residual selalu ada hanya berbeda intensitasnya, secara pribadi itu bisa tidak berarti buruk, tapi yang seperti ini sebaiknya dimaklumi setiap orang ,ya supaya bisa siap-siap menghadapi gejala residual orang lain dan memakluminya.
“ya, saya maafkan”
meskipun kadang kata itu mudah meluncur dari mulut kita, tapi memang yang paling susah adalah menghapus kenangan buruk dari orang yang pernah melukai perasaan kita…
mau ga mau, seikhlas apapun kita…
perasaan itu paling tidak bisa dihilangkan dari hati kita…
aku sendiri juga pengalaman seperti itu… meskipun dari kata kata dan perbuatan kita telah memaafkan orang itu, tapi… perasaan kita kadang masih tetap sama…
apakah berarti kita memaafkannya ga ikhlas…
ikhlas kok…
tapi mungkin kadar keikhlasannya belum begitu sempurna…
btw blogku ganti loh…
mungkin juga gini…… to forgive but not forget….
maafin bisa aja…. tapi ngelupain mungkin susah….
mungkin itu yang nyebabin gak bisa balik lagi ke keadaan semula
tapi kayak cK bilang love means never having to say you’re sorry
keduluan cKMenurut saya, memaafkan itu nggak berarti harus kembali seperti ke keadaan semula. Jaga-jaga, agar kejadian yang sama tidak terulang kembali
*pengalaman pribadi*
😀
SEMANGAT ya Mbak!!
@ secondprince
Waa… gejala residual, istilahnya boleh juga tuh. 😛
Ya, setuju. 🙂
Btw, salam kenal Bharma 😀
@ Yan9n
Cieee… nambah satu lagi yang `kun`. 😛
Angin apa nih Mas Yayan… 🙂
Bisa jadi juga ya, tapi kalau kaya kasus Hindun itu gimana Mas? 🙄
Weew… terasa banget `nihongo` nya di blog barunya ya Mas. Baguss… 😀
@ itikkecil
He eh, Mbak. kayanya memang itu gambaran yang tepat
@ suandana
Ahihihi… pernah punya pengalaman pribadi mirip gini juga ya Mas?
Un, tetap semangat. 🙂
saya pernah mengucapkan kata ini ke hiruta
ada apa ini, ada apa?
Pokoke ikhlas ajalah, mau dia minta maaf atau tidak. Kalo gitu bisa ndak ya?
saya rasa gak bisa,apa yang sudah terjadi pasti akan mempengaruhi keadaan sesudahnya.secara otomatis aka ada sedikit perbedaan perasaan kita terhadap dia sesudahnya.
hehehe…..gak nyambung!
Ehm, sepertinya tidak bisa, malah. Mengingat interpretasi orang tersebut kepada kita sudah berubah, bagaimana caranya merubah lagi, itu hampir mustahil…
Kecuali kalau dia dicuci otaknya, atau mengalami amnesia. Mudah. 😀
Hmm, saya sih selalu bilang bahwa “maaf itu urusan hati”. Bisa saja sikap saya jadi buruk pada seseorang, tapi kesalahannya sudah saya ikhlaskan. Tapi yang ini juga mungkin — saya bisa bersikap baik padanya, sambil tetap mengingat bahwa dia itu pernah bersikap sangat menyebalkan. 🙄
Kalau buat saya sih dua hal itu sifatnya mutually exclusive. Mungkin orang lain lagi punya ide yang berbeda. 😉
minta maaf deh
sepertinya…cewe2 itu mantan pacar saya yg pertama
@ aRul
Ahahaha… bener, bener, tapi itu mah sepele banget Arul, jangan dipikirkan. 😎
@ antobilang
Ada deh…
*ditimpuk*
danalingga
Bisa Mas, IMO sih…
Di entry ini juga bukannya mempermasalahkan itu orang mau minta maaf atau enggak baru kita ikhlaskan.
Ini kondisi setelah kita maafkan (terserah dia minta maaf atau enggak), dan misalnya aja kondisinya gak balik kaya biasa lagi.
begitu, lebih kurang 🙂
@ Nayz | Mihael “D.B.” Ellinsworth
Iya sih, tapi menurut saya pada beberapa kasus `sepele` keadaan yang irreversible ini gak berlaku kayanya. 🙂
@ sora9n
Masuk akal 🙂
Dua-duanya cukup menggambarkan keadaan yang irreversibel ya agaknya? Bedanya yang satu ditampakan dengan sikap, yang satunya lagi mirip seperti yang Desti, yud1, dan mbak Itik kecil bilang, `memaafkan` tapi bukan melupakan. 🙂
He eh, tiap orang memang beda-beda kan ya. 😛
@ Anang
Heee? Kenapa nih Mas? 🙂
Salam kenal, ^^
@ Shelling Ford
*timpuk Joe*
Kalau keadaannya balik lagi ya bukan `mantan`… 😛
euh… kalau Rasulullah SAW. mah yang sayang sama siapapun teh… kemungkinannyah ngga mau ngelihat teh ngga tega ngelihat ahli naraka… bukannyah belum memaapkan gituh… inih mah sekedar husnuson nyah kabayan ajah…
maafka saya karena hanya komen nyampah…………. 😀
@ sikabayan
Heeee… itu husnudzan sekaligus suudzan juga lho Mas. Rasulullah ga pernah bilang tuh Hindun itu ahli neraka, hati-hati lho Mas
Di riwayat itu memang disebutkan, Rasulullah masih sedih kalau ingat peristiwa itu meskipun beliau sudah memaafkan Hindun. 🙂
Yang diatas sana itu pertanyaannya retoris sih… 😛
@ Neo Forty-Nine
Walaah Farid, ini sengaja pamer avatar kan ? 👿
*menuduh kejam* 😆
Sepertinya lebih enak dan bagus kalo kita minta maaf dalam hati aja, tapi dalam tindakannya kita konsekwen betul2 tidak mengulangi kesalahan. Daripada sudah keluar omongan dari mulut, tapi didepan masih diulangi kesalahannya. Nanti kesannya jadi “ala bisa krn biasa ” 😀
*pendapat saya spt itu, mungkin beda lagi menurut yg lain*
euh… bisa juga begituh neng.. menjadi suuson kabayan.. tapinyah kalau di hadis2 mah kebanyakan teh.. kalau Rasulullah SAW. memalingkan wajahnyah dan dikejar terus teh… akhirnyamah yang maksanyah kena rajam…
nice postin…sepertinya stlh saia pikir2, saia juwgah terjebax di hal per’maaf’an iniy…(bertaon2 malahan.hahaha 😀 )
hmft…memaafkan bkn seperti kitah menghapus tulisan yg ada di papan tulis (buwat saia seh gax smudah ituw). buwat saia, hub stlh per’maaf’an ituw satu paket dgn cara n usaha memaafkan siy…naaa, paket ntuw yg mpe skrg masi gax bisa saia lakukan dgn baex…*lhah, kox malah curhat* :X
*comment agak menyimpang…* kalau maaf susah dikatakan, sebenarnya kata sorry lebih ringan diucapkan. kesannya lebih friendly dan tidak terlalu banyak memakan biaya harga diri. hehehe… ini semata comment pribadi aja lho.. ^_^
@ CY
Sikap dalam hati terkadang harus diimbangi dengan aksi nyata juga kan ya? 🙂
Ah iya juga sih Mas, tiap orang beda-beda penyikapannya 🙂
@ sikabayan
Ahihihi…
Eh? Lhaa yang kasus kena rajam itu masih hal yang sama Mas? Atau kejadian yang lain lagi?
@ sijono
Ayo, mbak berjuang! *halaah*
bener kok, maaf ini memang rumit 😛
Errr, salam kenal Mbak 😀
@ Ipa Satu Community
Walaah, unik juga nih tanggapannya. Pemakaian istilah yang berbeda bisa beda juga ya ekses nya ke harga diri.
Gak papa sih menurut saya, asal nilai tulusnya sama.
Salam kenal ya, 😀
hmmmm,
kalo sara sih hampir selalu, kalo memaafkan, tapi disertai embel-embel,, (bukan minta tumbal lho,.. )
dulu, klo orang itu udah mengkhianati, sara bakal lebih hati-hati pada hal yang sama,, kan bodoh namanya kalo kena 2 kali.
dan lagi, kalo dia pernah merusak/menghilangkan sesuatu yang ga bisa diperbaiki lagi, walaupun sudah dimaafkan, diikhlaslkan, diperlakukan seperti dulu , yang udah hilang/rusak itu ga bisa dikembaliin kan?
hehehe,,
(diangkat dari pengalaman pribadi)
😆
sok serius, sara *ditabok*
Haaa? Beruntung tuh yang minta maaf ama Sara.
Kamu anak baik, Nak. 😎
*tepuk-tepuk pundak Sara*
😆
[…] ini jagad maya diramaikan oleh dinamika perasaan. Ada sohib yang mengajak berbagi seputar maaf memaafkan, gadis kreatif yang kaget setelah keluar dari pertapaannya, kemudian beliau terusik […]